Tinjauan Pustaka | Studi Kasus | Identifikasi | Karya | Referensi | Arsitektur dan Lainnya
Tuesday, December 6, 2016
ARSITEKTUR JEPANG
Didalam
masyarakat Jepang, meski telah terjadi kemajuan tekologi tinggi, urbanisasi
secara besar-besaran, hubungan perdagangan internasional dan penyerapan sifat
ke barat-baratan, elemen kebudayaan asli yang khas masih tetap hidup didalam
semua lapisan masyarakat.
Dalam
bidang arsitektur, konsep dan pemakaian ruang yang khas masih terpelihara makna
kebudayaannya meskipun banyak elemen fisik dari tradisi itu nyatanya sudah
tidak utuh lagi. Makna kebudayaan mudah diterjemahkan kedalam bentuk yang baru.
Bila dilihat sekilas, pengaruh nyata dari arsitektur barat di Jepang sukar
ditelusuri. Keturutsertaannya tidak diungkapkan dalam bentuk fisik. Namun hasil
karya mereka (Barat) telah mempengaruhi perkembangan konsep arsitektur Jepang.
Sebuah ide akan sama hasilnya apakah diungkapkan dalam bentuk fisik atau dalam
bentuk lainnya.
Ruang
Konsep
disain ruang Jepang dapat dengan mudah dikenali perbedaannya dengan konsep
ruang Barat. Orang Jepang merekam persepsi-persepsi dan memperhatikan ruang
yang dipengaruhi oleh sejarah dan tradisi Jepang yang kompleks serta berkenaan
dengan kebutuhan ruang yang dituntut oleh dinamika orang Jepang secara
individu.
Sejak
dulu pembangunan di Jepang dilakukan secara tradisionil tanpa memperhatikan
falsafah pengertian ruang. "Ruang" dalam arsitektur mulai muncul
dalam literatur-literatur Jepang sekitar tahun 1960. Faktor-faktor yang
mendukung adalah:
- Kemajuan pertukangan
- Pengaruh Barat yang kuat setelah perang dunia ke II dalam masyarakat Jepang
- Penemuan bahan bangunan baru
Penggunaan
ruang Jepang (Japanesse Space) dalam hal yang mendasar sangat
dipengaruhi oleh berbagai kepercayaan. Hal yang erat hubungannya dengan kepercayaan
adalah dasar falsafah kebudayaan orang Jepang itu sendiri (LaoTze dan Connfucius).
Konsep ruang mencakup pemikiran dan perasaan yang diekspresikan didalam
kebudayaan khas Jepang, dimana untuk menyampaikan arti yang sempurna harus
disertai isi jiwa, raga, pikiran dan fisik. Dengan demikian "ruang"
bagi orang Jepang merupakan susunan dari pilihan terhadap yang mendasarkan
sejarah, unsur asli maupun tidak.
Secara
umum karakteristik ruang jepang terkandung panca indera. Contoh yang paling
sempurna mengenai "ruang" didalam arsitektur Jepang adalah Rumah Teh.
Kesederhanaan Rumah Teh, dimana pendekatanpendekatan yang didasarkan
pengalaman terhadap ruang diekspresikan dengan jelas didalam prinsip dasar
kesucian dari upacara minum teh. Dalam upacara ini, peserta dituntut untuk
membuka diri hingga pada sifat-sifat yang mendasar. Untuk mencapai keadaan jiwa
yang tinggi ini, semua indra harus berjalan dengan serasi.
Bentuk
Citra
Arsitektur Jepang dalam bentuk bangunan mencerminkan kesederhanaan, kepolosan,
kelurusan dan ketenangan bathin. Bentuk yang bernafaskan/berjiwa Shinto, yaitu
kepercayaan dasar orang Jepang, mengajarkan tentang harmoni, keseimbangan dan
keheningan yang indah. Hal-hal tersebut tampil dalam bangunan-bangunan Jepang
seperti:
- Membangun dengan bahan-bahan yang ringan: kayu, bambu dan jerami, kertas dan sutera.
- Menggunakan bahanbahan transparant, hemat bahan, yang mengartikan seolaholah rohani yang tidak membutuhkan materi.
- Dinding hampir tidak mempunyai materi, hanya tampak seperti selaput saja saking tipisnya.
- Tiang-tiang kecil semampai, sederhana, mengartikan kediaman tanpa ingin diusik, tersembunyi dalam dinding transparant.
Arsitektur
Jepang sangat dipengaruhi China, tapi kemudian berkembang menemukan
kepribadiannya sendiri.
Estektika
Untuk
mengerti dan mendalami konsep ruang Jepang, orang perlu mengetahui lebih dulu pengertian
mereka tentang "estetika'' atau keindahan. Dalam budaya Jepang, estetika
lebih bersifat subyektif, karena adanya atau masuknya perasaan peninjau dalam
memandang dan menanggapi sesuatu obyek.
Estetika
atau keindahan berasal dari ketidakpastian (mujo), pengertian penganut Budha,
adalah bahwa semua benda dan makhluk berada dalam keadaan senantiasa bergerak
berubah. Perubahan merupakan gejala alam dan orang Jepang memang sangat serasi
dan menyukai alam. Salah satu ungkapan yang paling populer untuk estetika
adalah "Shibui". Shibui mempunyai arti estetika yang menekankan
kepada sifat tenang, sederhana dan integritas total dari keahlian, bahan dan
disain.
Ketenangan
dalam falsafah Jepang dapat dicapai melelui ketidak sempurnaan, yakni
pernyataan yang tidak selesai, pola yang tidak sempurna dimana selalu tertinggal
ruang untuk rekaan seseorang. Penjelasan ini memberikan gambaran mengapa orang
Jepang suka akan ketidak sempurnaan dan ketidak teratuaran.
Referensi:
Wahid,
Juaihi & Alamsyah, Bhakti. 2013. Teori Arsitektur: Suatu Akjian Perbedaan
Pemahaman Teori Barat dan Timur. Graha Ilmu. Yogyakarta.