Tinjauan Pustaka | Studi Kasus | Identifikasi | Karya | Referensi | Arsitektur dan Lainnya
Thursday, December 1, 2016
MASJID AGUNG SAMARRA, IRAK
Khalifah
Umayyah (661–750) mengkombinasikan beberapa elemen dari arsitektur Byzantium
dan arsitektur Sassanid. Arsitektur Umayyah memperkenalkan bentuk baru yang
mengkombinasikan gaya barat dan timur. Model pelengkung yang berbentuk sepatu
kuda mulai muncul pertama kali pada masa dinasti Umayyah, lalu kemudian
berkembang pesat di Andalusia. Arsitektur Umayyah memunculkan penggunaan
berbagai jenis dekorasi, termasuk diantaranya adapalah penggunaan berbagai
macam mosaik, cat dinding, patung dan relief dengan motif Islam. Pada masa
Umayyah, diperkenalkan sebuah ruang transept yang membagi ruang solat
berdasarkan axis terpendek. Mereka juga menambahkan mihrab ke dalam desain
masjid. Masjid di Madinah dibangun oleh al-Walid I menjadi masjid pertama yang
memiliki mihrab, sebuah ruang tambahan menghadap kiblat yang menjadi tempat
imam memimpin shalat atau khatib memberikan ceramah. Mihrab kini seolah menjadi
standar dari desain sebuah masjid di seluruh dunia.
Masjid
Agung Samarra adalah masjid yang terletak di kota Samarra, Irak, dan dibangun
pada abad ke-9. Masjid ini diperintahkan untuk dibangun pada tahun 848 dan
konstruksinya selesai tahun 852. Masjid ini dibangun oleh khalif Bani
Abbasiyah, Al-Mutawakkil, yang berkuasa (di Samarra) dari tahun 847 sampai
tahun 861. Masjid ini dihancurkan tahun 1278 oleh bangsa mongol dibawah Hulagu
Khan dan hanya menyisakan dinding luar dan menaranya Malwiya.
Arsitektur
Abbasiah dimasa Khalifah Abbasiah (750–1513) sangat kuat dipengaruhi oleh
arsitektur Sassanid, dan arsitektur dari Asia tengah. masjid Abbasiah memiliki
sebuah courtyard. Awal mula arsitektur Abbasiah dapat ditemui di masjid
al-Mansur yang dibangun di Baghdad. Masjid Agung Samarra dibangun oleh
al-Mutawakkil berukuran 256 kali 139 ms (840 × 460 kaki). Masjid ini memiliki
atap datar dari kayu yang disangga oleh tiang-tiang. Masjid ini memiliki
dekorasi marmer dan mosaik kaca. Masjid Samarra memiliki menara spiral,
satu-satunya yang ada di Iraq. Sebuah masjid di Balkh atau sekarang terdapat di
wilayah Afghanistan berukuran 20 kali 20 ms (66 × 66 kaki), yang memiliki
sembilan kubah. Gaya arsitek yang mencolok dari bangunan ini misalnya ruang
tengah yang luas dan terbuka, bangunan yang melingkar, dan penggunaan pola
kaligrafi yang berulang.
Masjid
ini memiliki tata letak persegi panjang dicakup oleh tembok bata panggang
setinggi 10 meter dan tebal 2.65 meter. Masjid ini mempunyai 16 pintu masuk,
dengan 17 buah lorong yang terhubung dengan ruang shalat dan serambi masjid.
Serambi masjid ini berhiaskan tiang-tiang pilar rangkap tiga. Pada waktu shalat
Jum'at, bagian serambi juga dipergunakan untuk menampung para jamaah shalat
Jum'at yang tidak tertampung di dalam masjid.
Desain
bagian dalam ruang shalat Masjid Agung Samarra berhiaskan marmer yang membentuk
pola segi delapan pada bagian sudut-sudut ruangan. Sementara bagian mihrab,
dihiasi dengan mosaik kaca. Kini hanya sebagian kecil saja dari
potongan-potongan mosaik tersebut yang masih tersisa.
Di
bagian belakang mihrab, terdapat sebuah bangunan kecil. Pada masa pemerintahan
Dinasti Abbasiyah, bangunan tersebut biasa digunakan sebagai tempat untuk
menerima kunjungan khalifah, disamping sebagai tempat istirahat untuk para imam
masjid.
27
meter dari utara sisi masjid berdiri Menara Malwiya dengan spiral kerucut yang
tingginya 52 meter. Bagian dasar menara berbentuk empat persegi. Sedangkan pada
bagian atas menara terdapat sebuah paviliun yang difungsikan sebagai tempat
muadzin mengumandangkan suara adzan. Keseluruhan dinding pada ruang tempat
muadzin ini terbuat dari material kayu. Dikisahkan, Khalifah Al-Mutawakkil
pernah mencapai bagian atas menara ini dengan menunggang keledai putih
miliknya.
Bentuk
menara spiral ini mengingatkan kita kepada menara Babel yang dibangun pada masa
Kerajaan Babilonia yang pernah memerintah di wilayah Mesopotamia.
Masjid
Agung Samarra mulai dibangun pada 836 M dan konstruksinya selesai dalam waktu
52 tahun. Masjid ini sempat mengalami kerusakan. Namun, kemudian dibangun
kembali antara tahun 849 dan 852 M. Dan, karena faktor usia, masjid ini dipergunakan
sebagai tempat ibadah hingga akhir abad ke-11 M.
Sekilas,
bangunan ini lebih mirip benteng pertahanan dibandingkan dengan masjid. Lihat
saja sendiri, tak ada simbol-simbol khusus yang menandakan bahwa ini adalah
tempat ibadah kita. Secara keseluruhan, masjid ini konstruksinya menggunakan
batu bata yang telah dibakar.
Masih
bicara soal konstruksi, dari menaranya pun, bangunan ini bukan seperti menara
umumnya yang bentuknya meruncing. Sebaliknya, bentuknya malah spiral, walaupun
semakin ke atas juga tampak meruncing.
Seperti
umumnya menara, kalaupun ada cara untuk naik ke puncaknya, tangga dibangun di
bagian dalam menara. Sedangkan Masjid Agung Samarra ini, tangga melingkar
justru dibangun berbarengan dengan bangunan menara yang berbentuk spiral.
Dikisahkan, Khalifah Al-Mutawakkil pernah mencapai bagian atas menara ini
dengan menunggang keledai putih miliknya.
Inilah
keunikan dari Masjid Agung Samarra. Bentuk menara spiral ini mengingatkan pada
menara Babel (the Tower of Babel) yang dibangun pada masa Kerajaan Babilonia
yang memerintah di wilayah Mesopotamia oleh Nebuchadnezzar.
Menara
berbentuk spiral ini disebut juga dengan Malwiyya. Tingginya mencapai 52 meter.
Bagian dasar menara berbentuk empat persegi. Sedangkan pada bagian atas menara
terdapat sebuah paviliun yang difungsikan sebagai tempat muazin mengumandangkan
suara azan. Keseluruhan dinding pada ruang tempat muazin ini terbuat dari
material kayu.
Bangunan
Masjid Agung Samarra berada di dalam lahan berpagar yang berukuran 374 meter
kali 443 meter. Dengan luas 239 meter kali 156 meter menjadikan bangunan masjid
ini sebagai yang terluas yang pernah ada dalam sejarah masjid di dunia Islam.
Untuk memudahkan akses ke lokasi masjid, Pemerintah Irak membuat tiga jalan
masuk seluas 52 meter.
Masjid
ini mempunyai 16 pintu masuk, dengan 17 lorong yang terhubung dengan ruang
shalat dan serambi masjid. Serambi masjid ini berhiaskan tiang¬tiang pilar
rangkap tiga. Pada waktu shalat Jumat, bagian serambi masjid biasanya juga
dipergunakan untuk menampung para jamaah shalat Jumat yang tidak tertampung di
dalam masjid. Desain bagian dalam ruang shalat Masjid Agung Samarra berhiaskan
marmer yang membentuk pola segi delapan pada bagian sudut-sudut ruangan.
Sementara bagian mihrab, dihiasi dengan mosaik kaca. Kini hanya sebagian kecil
dari potongan-potongan mosaik tersebut yang masih tersisa.
Penggalian
yang dilakukan oleh Direktorat Pemeliharaan Bangunan Kuno Pemerintah Irak
pada1960 silam berhasil menemukan sebuah panel berupa potongan-potongan kaca
berwarna biru tua yang berderet di dinding masjid.
Di
bagian belakang mihrab, terdapat sebuah bangunan kecil. Pada masa pemerintahan
Dinasti Abbasiyah, bangunan tersebut biasa digunakan sebagai tempat untuk
menerima kunjungan khalifah.
Kesimpulan
Masjid
Samara di Irak pernah menjadi masjid terbesar di dunia pada abad ke 8-11
Masehi. Desain masjid Samarra sendiri lebih menyerupai sebuah benteng
pertahanan di bandingkan dengan desain sebuah masjid, salah satu ciri khas dari
masjid Samarra ini adalah minaret atau menara yang berbentuk spiral yang
seperti menara yang terdapat pada menara Babel pada masa kerjaan Babilonia.
Saran
Dengan
mempelajari pengaruh budaya lain pada desain arsitektur masjid Samara di Irak,
maka kita akan lebih mengetahui hal-hal mengenai Arsitektur di masa lampu. Hal
tersebut bertujuan agar kita lebih mengenal perkembangan seni bina yang
terjadi. Dengan sejarah ini setidaknya kita bisa mengambil intisari ataupun
pemahaman-pemahaman yang berkaitan dengan desain-desain masjid ini ataupun
menerapkan hal-hal yang ada di dalam arsitektur masjid ini ke dalam
desain-desain yang akan kita buat. Dan lebih mengetahui bahwa desain masjid itu
tidak mutlak harus sesuai dengan apa yang telah terstigma oleh masyarakat pada
umumnya.
Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Masjid
http://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Agung_Samarra
http://versesofuniverse.blogspot.com/2014/08/riwayat-masjid-agung-samarra.html