Thursday, November 24, 2016

KRITERIA DAN PELAKSANAAN KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH



Kriteria Konservasi Bangunan Bersejarah
Ada beberapa kriteria dalam pelaksanaan konservasi bangunan bersejarah. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Lubis (1990), setiap negara memiliki kriteria yang berbeda dalam menentukan obyek yang perlu dilestarikan, tergantung dari definisi yang digunakan dan sifat obyek yang dipertimbangkan. Dari beberapa literatur yaitu Catanese (1986), Pontoh (1992), Rypkema (dalam Tiesdel: 1992), kriteria yang menggambarkan dasar-dasar pertimbangan atau tolok ukur mengapa suatu obyek perlu dilestarikan adalah sebagai berikut:

1.    Tolok ukur fisik-visual
a.    Estetika/arsitektonis, berkaitan dengan nilai estetis dan arsitektural, meliputi bentuk, gaya, struktur, tata ruang, dan ornamen.
b.    Keselamatan, berkaitan dengan pemeliharaan struktur bangunan tua agar tidak terjadi suatu yang membahayakan keselamatan penghuni maupun masyarakat di lingkungan sekitar bangunan tua tersebut.
c.    Kejamakan/tipikal, berkaitan dengan obyek yang mewakili kelas dan jenis khusus, tipikal yang cukup berperan.
d.    Kelangkaan, berkaitan dengan obyek yang mewakili sisa dari peninggalan terakhir gaya yang mewakili jamannya, yang tidak dimiliki daerah lain.
e.    Keluarbiasaan/keistimewaan, suatu obyek observasi yang memiliki bentuk paling menonjol, tinggi, dan besar. Keistimewaan memberi tanda atau ciri suatu kawasan tertentu.
f.     Peranan sejarah, merupakan lingkungan kota atau bangunan yang memiliki nilai historis suatu peristiwa yang mencatat peran ikatan simbolis suatu rangkaian sejarah masa lalu dan perkembangan suatu kota untuk dilestarikan dan dikembangkan.
g.    Penguat karakter kawasan, berkaitan dengan obyek yang mempengaruhi kawasan-kawasan sekitar dan bermakna untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan.
2.    Tolok ukur non fisik
a.    Ekonomi, dimana kondisi bangunan tua yang baik akan menjadi daya tarik bagi para wisatawan dan investor untuk mengkembangkannya sehingga dapat digali potensi ekonominya.
b.    Sosial dan budaya, dimana bangunan tua tersebut memiliki nilai agama dan spiritual, memiliki nilai budaya dan tradisi yang penting bagi masyarakat.

Pelaksanaan Konservasi Bangunan Bersejarah
Pelaksanaan konservasi akan disesuaikan dengan kondisi bangunan tua tersebut. Sebelum melakukan konservasi, sebaiknya mengidentifikasi aspek pertimbangan pada bangunan tua tersebut. Aspek-aspek tersebut kemudian diuraikan berdasarkan komponen yang akan diatur dalam konservasi. Setelah itu dari komponen itu akan dirumuskan dasar pengaturannya dan menetapkan sasaran yang akan dicapai dalam konservasi. Kegiatan pengaturan komponen juga dilakukan sesuai kondisi bangunan tua tersebut. Pelaksanaan konservasi tersebut dibagi dalam beberapa tingkat berdasarkan kondisi masing-masing komponen pada bangunan, yaitu:
1.    Mempertahankan dan memelihara, yaitu mempertahankan dan memelihara komponen yang diatur pada bangunan tua yang sangat berpengaruh pada karakter bangunan dan kondisinya masih baik.
2.    Memperbaiki, yaitu memperbaiki komponen pada bangunan tua yang kondisinya sudah rusak sesuai bentuk asli.
3.    Mengganti, yaitu mengganti variabel yang diatur pada bangunan tua yang rusak dan tidak bisa diperbaiki lagi dengan bentuk sesuai dengan kondisi asli. Jika bentuk asli tidak teridentifikasi, dapat dilakukan penyesuaian dengan bentuk-bentuk lain yang terdapat pada bangunan lain yang setipe.
4.    Menambah dengan penyesuaian terhadap bentuk asli, yaitu melakukan penambahan komponen yang boleh dilakukan jika dilakukan pengembangan, terutama yang merupakan penyesuaian terhadap fungsi, dengan batasan bentuk baru tidak merusak karakter asli bangunan dan dibuat sesuai dengan bentuk yang telah ada.

Gambar.  Paduan Pelestarian Bangunan Tua

Artikel Terkait