Wednesday, November 30, 2016

SETTING PERILAKU



Menurut Barker dalam Laurens (2004), behaviour setting disebut juga dengan “tatar perilaku” yaitu pola perilaku manusia yang berkaitan dengan tatanan lingkungan fisiknya. Senada dengan Haviland dalam Laurens (2004) bahwa tatar perilaku sama dengan “ruang aktivitas” untuk menggambarkan suatu unit hubungan antara perilaku dan lingkungan bagi perancangan arsitektur.

Barker dan Wright dalam Laurens (2004) juga menyebutkan dan memakai istilah behavior setting  untuk menjelaskan tentang kombinasi prilaku dan mileniu tertentu. Seperti unit dasar ilmu lain, misalnya sel untuk biologi, atau planet untuk astronomi,  behavior setting  berdiri sendiri secara independen, tidak terkait dengan investigator. Akan tetapi untuk tujuan ilmiah, diperlukan definisi yang lebih akurat, terukur, dan terutama mengetahui derajat ketergantungan antar unit.
Ada kelengkapan kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah entitas, agar dapat dikatakan sebagai sebuah behaviour setting yang merupakan suatu kombinasi yang stabil antara aktivitas, tempat, dengan kriteria sebagai berikut:
  1. Terdapat suatu aktifitas berulang, berupa suatu pola prilaku (standing patern of behavior). Dapat terdiri atas satu atau lebih pola prilaku ekstraindividual.
  2. Dengan tata lingkungan tertentu (Circumfacent milieu), mileu ini berkaitan dengan pola perilaku.
  3. Membentuk suatu hubungan yang sama antar keduanya (synomorphy).
  4. Dilakukan pada periode waktu tertentu.
Istilah ekstraindividual menunjukan fakta operasional bahwa sebuah setting tidak tergantung hanya pada seorang manusia atau objek. Yang penting adalah konfigurasi secara keseluruhan, bagian demi bagian, Laurens (2004). Istilah circumjacent milieu merujuk pada batas fisik dan tempolar dari sebuah seting. Setiap  behavior setting  berbeda dari seting  menurut waktu dan ruang. Sementara itu, synomorphic yang berarti struktur yang sama menunjukkan adanya hubungan antara mileu dan perilaku. Batas-batas  mileu  dan bagian internal sebuah seting tidak ditentukan secara sembarangan, tetapi merupakan sesuatu yang harus selaras dengan pola perilaku ekstraindividual dan setting.
Istilah Behavior Setting kemudian dijabarkan dalam 2 (dua) istilah oleh Barker dalam Laurens (2004) yakni system of setting dan system of activity, dimana keterkaitan antara keduanya membentuk satu behavior setting tertentu. System of setting atau system tempat atau ruang diartikan sebagai rangkaian unsur-unsur fisik dan spasial yang mempunyai hubungan tertentu dan terkait hingga dapat dipakai untuk suatu kegiatan tertentu. Sementara System of activity atau sistem kegiatan diartikan sebagai suatu rangkaian perilaku yang secara sengaja dilakukan.

Sistem Aktivitas
Menurut Chapin dan Brail dalam Laurens (2004) sistem aktivitas dalam sebuah lingkungan terbentuk dari rangkaian sejumlah behavior setting. Sistem aktivitas seseorang menggambarkan motivasi, sikap, dan pengetahuannya tentang dunia dengan batasan penghasilan, kompetisi, dan nilai-nilai budaya yang bersangkutan.

Sistem Setting
Menurut Barker dalam Laurens (2004), behaviour setting di sebut juga dengan “tatar perilaku” yaitu pola perilaku manusia yang berkaitan dengan tatanan lingkungan fisiknya. Senada dengan Haviland dalam Laurens (2004) bahwa tatar perilaku sama dengan “ruang aktivitas” untuk menggambarkan suatu unit hubungan antara perilaku dan lingkungan bagi perancangan arsitektur.
Barker dan Wright dalam Laurens (2004) mengungkapkan ada kelengkapan kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah entitas, agar dapat dikatakan sebagai sebuah behaviour setting yang merupakan suatu kombinasi yang stabil antara aktivitas, tempat, dengan kriteria sebagai berikut:
  1. Terdapat suatu aktivitas yang berulang, berupa suatu pola perilaku (standing pattern of behaviour.
  2. Tata lingkungan tertentu (circumjacent milieu), milieu berkaitan dengan pola perilaku.
  3. Membentuk suatu hubungan yang sama antar keduanya (synomorphy)
  4. Dilakukan pada periode waktu tertentu.
Hubungan Antara Setting dan Perilaku Manusia
Aktivitas manusia sebagai wujud dari perilaku yang ditujukan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tatanan (setting) fisik yang terdapat dalam ruang yang menjadi wadahnya, sehingga untuk memenuhi hal tersebut dibutuhkan adanya:
  1. Kenyamanan, menyangkut keadaan lingkungan yang memberikan rasa sesuai dengan panca indra.
  2. Aksesibilitas, menyangkut kemudahan bergerak melalui dan menggunakan lingkungan sehingga sirkulasi menjadi lancar dan tidak menyulitkan pemakai.
  3. Legibilitas, menyangkut kemudahan bagi pemakai untuk dapat mengenal dan memahami elemen-elemen kunci dan hubungannya dalam suatu lingkungan yang menyebabkan orang tersebut menemukan arah atau jalan.
  4. Kontrol, menyangkut kondisi suatu lingkungan untuk mewujudkan personalitas, menciptakan teritori dan membatasi suatu ruang.
  5. Teritorialitas, menyangkut suatu pola tingkah laku yang ada hubungannya dengan kepemilikan atau hak seseorang atau sekelompok orang atas suatu tempat. Pola tingkah laku ini mencakup personalisasi dan pertahanan terhadap gangguan dari luar.
  6. Keamanan, menyangkut rasa aman terhadap berbagai gangguan yang ada baik dari dalam maupun dari luar.

Referensi:
Laurens, Joyce Marcella. 2004, Arsitektur dan Perilaku Manusia. PT Grasindo, Jakarta

Artikel Terkait